Citizen Journalism




Citizen Journalism adalah dimana masyarakat menempatkan diri untuk ikut serta dalam menjadi objek sekaligus subjek dalam sebuah berita. Di Indonesia Citizen Journalism atau yang dikenal dengan istilah Jurnalisme Warga sudah dikenal sejak masa orde baru, tepatnya pada tahun 1980-an. Di era ini, masyarakat beranggapan bahwa jurnalisme semata-mata bukan lagi suatu hal yang hanya bisa dilakukan oleh para jurnalis. Pada awalnya, Citizen Journalism adalah gagasan yang muncul dari masyarakat yang bosan dengan sajian berita yang disuguhi oleh media. Dan tanpa disadari, hal tersebut menjadi kebiasaan masyarakat. Karena memang manusia memiliki naluri untuk mencari hal baru dan memberitahukan hal tersebut kepada khalayak.
Pada Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal ini merupakan pernyataan tentang kebebasan untuk mencari dan menyebarluaskan informasi dengan media apapun tanpa menimbulkan kecemasan untuk berekspresi. Jadi, Citizen Journalism adalah hal yang sah sah saja dilakukan oleh masyarakat.
Citizen journalism semakin didukung dengan adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju pada saat ini. Hal ini mau tidak mau, sadar tidak sadar, telah membuat masyarakat semakin haus dan semakin membutuhkan informasi yang cepat. Oleh karena itu, citizen journalism saat ini lebih dikenal dalam format elektronik melalui internet.
Mulai dari social media yang berbasis text maupun video seperti, LINE, Instagram, Youtube, Whatsapp, dan lain-lain. Masyarakat sudah bisa mengakses informasi dengan sangat mudah, bahkan seperti yang banyak orang bilang saat ini adalah era dimana masyarakat sangat “banjir informasi” yang dimana berarti masyarakat sudah mendapatkan berbagai macam informasi hanya dengan bermodalkan teknologi yaitu berupa gadget dan social media mereka.
Hal ini merupakan keuntungan besar bagi masyarakat yang bukan berprofesi sebagai jurnalis tetapi bisa ikut melakukan tugas jurnalis tersebut. Tidak sedikit juga para jurnalis professional yang ikut merasakan menjadi Citizen Journalism. Karena mereka beranggapan Citizen Journalism adalah selingan mereka untuk mencari dan menyampaikan informasi berupa aspirasi mereka tanpa adanya keberpihakan kepada suatu media tempat dimana mereka bekerja.
Sesuai dengan pembukaan Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Jadi, dalam konteks citizen journalism, masyarakat berperan seolah-olah mereka adalah pers. Namun, mereka harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat dan harus memiliki tanggung jawab sosial, sesuai dengan bunyi pembukaan KEJ Indonesia. Jadi, mengenai masalah isi informasi dari citizen journalism, tetap harus mematuhi peraturan dan norma yang berlaku secara umum maupun di dunia jurnalisme profesional. Isi informasi tidak boleh mengandung unsur SARA, kekerasan, fitnah, berita bohong, berniat buruk dan sebagainya. Larangan-larangan itu juga terdapat dalam KEJ misalnya dalam Pasal 1 dan 4.
Untuk mengontrol hal tersebut, sebenarnya selain yang berkaitan dengan hukum, hal yang akan lebih berpengaruh adalah yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Artinya, kontrol dalam perwujudan citizen journalism ini, baik dari proses pengumpulan data, pemublikasian, hingga pascapublikasi, harus dikontrol oleh masyarakat sendiri. Pihak pembuat berita/penyebar informasi lah yang seharusnya paling memiliki kesadaran untuk hal ini. Hal yang cukup sering dilakukan dalam penulisan citizen journalism adalah plagiarisme. Seringkali, entah sengaja atau tidak, penulis citizen journalism tidak mencantumkan sumber kutipan jika ia mengutip dari blog atau situs lain. Hal ini jelas melanggar Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Namun, belum ada aturan hukum yang mutlak bagi para penulis citizen journalism. Jadi, kesadaran dari masing-masing warga masyarakat masih sangat dibutuhkan.
Ada baiknya kita sebagai masyarakat yang ikut berperan menjadi Citizen Journalism lebih bisa memilih dan berhati-hati dalam mencari dan menyebarkan informasi. Gunakanlah sarana teknologi dan informasi yang ada sebaik-baiknya. Bersikaplah skeptis dan cari tahu lebih lanjut tentang berita yang didapat. Jadilah seorang Citizen Journalism yang pintar dan bertanggung jawab akan beritanya. Sajikanlah berita yang sesuai dengan KEJ, agar para pembaca dapat menerima informasi yang valid. Bukan berita yang hanya menyebarkan kebohongan dan provokasi yang dapat menimbulkan perpecahan. Dan berikanlah edukasi terhadap orang lain kurang melek akan informasi agar tidak mudah terpengaruh oleh berita hoax.

Sebagian dikutip dari
http://essayjurnal08.blogspot.com/2009/12/citizen-journalism-era-baru-jurnalisme.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film High & Low

ADAT PERKAWINAN DAYAK MAANYAN

Jangan Malu-Malu Kalo Mau Berkarya